Tampilkan postingan dengan label aksi relawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aksi relawan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Mei 2016

If I'm Lost in The Forest

photo by : Listy

Beberapa waktu lalu, aku membaca berita dari twitter kalau ada yang hilang di gunung Semeru setelah turun dari puncak. Pikirku dalam hati “kok bisa ya mereka pada hilang begitu” entahlah akupun tak mengerti. Ya!. Dua pendaki asal cirebon laki-laki dan perempuan itu hilang setelah turun dari puncak.

Kronologinya seperti ini “pendaki yang hilang ini berangkat ke puncak bersama temannya sebanyak enam orang, lalu di tengah perjalanan dua orang sakit dan turun. Lalu empat orang lanjut naik ke atas tapi ternyata dua orang lagi beristirahat di blok batu besar karena ada salah satu temannya yang sakit dan dua orang lagi melanjutkan untuk kepuncak. Setelah lama menunggu kok mereka gak turun-turun, sampai jam empat belas. Sampai akhirnya dua orang temannya yang menunggupun lapor kepada saver di camp Kali mati kalau teman mereka dua hilang”.

Info dari teman-temannya, dua orang pendaki yang hilang ini berbekal roti dua lembar, buah pier, air minum dan cokelat beserta headlamp yang di bungkus rapi ke dalam dayack.  Voulenteer yang standby di Ranu Pani pun langsung segera mencari dan dibantu oleh tim sar.  Beberapa hari mereka mencari dua pendaki tapi hasilnya nihil. Tak berapa lama kemudian, salah satu pendaki yang hilang memberi kabar melalui sms kepada temannya dan meminta untuk memberitahu kedua orang tuanya kalau si pendaki ini hilang dan belum bisa kembali kerumah.  Dia juga bilang kalau bisa pulang syukur kalau nggak yaudah dia minta maaf. Setelah itu dia juga bilang kalau dia mengikuti aliran sungai agar bisa menemukan jalan yang sebenarnya. (pikirku luar biasa nyasar masih bisa sms-an. Pasti gara-gara pake si kartu merah. Hmm kala pake si kartu oren mana bisa smsan di gunung. Sungguh ajaib!) akhirnya dari smsnya tersebut tim sar pun langsung meraba dimana dua pendaki yang hilang itu berada. Biasanya pendaki akan tersesat di blank 75, kalau kata voulenteer disana. blank 75 adalah deathzonenya semeru. Jalurnya hampir sama seperti  jalur pada umumnya yang biasa dilewati pendaki.  tapi ternyata?? Zonk!! Kali ini aneh, dua pendaki yang hilang justru tersesat di arah barat kali mati hampir mendekati sumber mani atau memang... sudah kawasan sumber mani? Heheu..

Sampai akhirnya berkat usaha tim sar gabungan, dua pendaki itu bisa diketemukan dalam keadaan selamat dan bisa kembali bersama orang-orang tercinta di rumah.

Aku membayangkan, kalau aku yang tersesat di gunung dengan perbekalan yang sangat minim seperti itu. Dalam keadaan dingin, tidak ada alas untuk tidur dan harus terus mencari jalan keluar agar sampai ke tempat tujuan utama. Entah apa yang aku pikirkan, yang aku pikirkan adalah mati, mati, dan mati di medan pertempuran.  Mungkin kalau sendiri, di jalan aku hanya bisa menangis sambil berhalusinasi karena air mata tak pernah habis. Berjalan sambil menangis! Ya mungkin hanya itu yang aku lakukan ketika di gunung. Walaupun aku tahu apa yang harus aku lakukan ketika aku tersesat. Dalam keadaan tersesat pun pikiran kita haruslah tetap tenang dan berpikir apa yang aku lakukan agar aku bisa menemukan jalan pulang. Tapi mau bagaimanapun kalau dalam keadaan sendiri aku paling takut.  Hanya doa yang bisa aku panjatkan agar ada keajaiban datang dan aku bisa terselamatkan.  Jalan mendaki ketika malam saja pikiranku sudah macam-macam. Apalagi kalau sampai tersesat di hutan?
 
Aku bingung apa yang ada di pikiran mereka sampai mereka bisa tersesat. Apakah karena faktor lelah sampai pikiran tak fokus pada jalur? Mungkin hanya mereka yang pernah tersesat di hutan saja yang merasakan.

Aku pribadi dalam urusan mendaki, aku harus membawa perbekalan lebih, misalnya aku mendaki 3 hari 2 malam, maka aku akan membawa bekal makanan untuk 4 hari 3 malam. Karena kita tidak pernah tahu akan terjadi hal apa di hutan nanti. Walaupun kita sudah berkali-kali mendaki tapi tetap saja harus tetap berhati-hati dan safety. Sebab mendaki gunung bukanlah ajang untuk berselfie, tapi keamanan diri harus tetap diperhatikan agar tetap aman. Mendaki memang menyegarkan pikiran setelah seharian bekerja dikantoran tapi satu hal yang harus kita ingat. Masih ada orang-orang terkasih yang menunggu dirumah mengharap kita kembali pulang dengan selamat dan sehat.

Aku selalu berdoa kemanapun aku pergi. Agar aku tidak pernah merasakan sakit di hutan (walaupun pernah terjadi) dan aku selalu berdoa tidak mau merasakan tersesat di hutan.

Semoga apa yang dua pendaki tersesat itu rasakan bisa menjadi sebuah pelajaran berharga.
Dan Salam Hormat untuk Tim Sar yang lakukan dalam pencarian dua pendaki yang selama ini tersesat. Baik diketemukan dalam keadaan selamat ataupun yang tidak terselamatkan.
 


Selasa, 24 Mei 2016

Menjadi Relawan Komunitas Filantropi Pendidikan ( MI Ciherang - Pandeglang )




“Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain”
 – Muhammad shallahu’alaihi wa sallam-  

Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku ketika aku menjadi seorang Relawan Pendidikan di suatu daerah yang lumayan jauh dari keramaian kota. Ciherang-Pandeglang. Sebenarnya waktu itu aku sudah merencanakan pendakian setelah dari Argopuro kemarin bersama Agita, tapi kami mengurungkan niat kami karena mengingat membludaknya pendaki ketika liburan panjang seperti ini, apalagi saat 17 Agustus nanti. Pasti banyak orang yang ingin merayakan hari kemerdekaan itu di atas puncak gunung. Berfoto bersama sang Saka lalu memamerkannya melalui sosial media.  Sampai akhirnya aku diajak Agit untuk mengikuti kegiatan yang bermanfaat ini dari Komunitas Filantropi Pendidikan. sebelum aku tepilih menjadi seorang relawan, aku harus mengisi biodata dan alasan kenapa aku bersedia menjadi relawan Pendidikan di MI Ciherang-Pandeglang. Aku membuka web KFP dan mencoba untuk menuliskan alasan mengapa aku ingin ikut serta dalam kegiatan 17 Agustus ini di Ciherang. Aku sangat pesimis kalau nantinya aku tidak terpilih menjadi relawan, aku yakin banyak alasan-alasan dari relawan lain yang  berkualitas dan pantas untuk diajak melakukan kegiatan yang bermanfaat ini. sampai akhirnya aku mendapatkan balasan email dari KFP dan namaku terpampang sebagai relawan terpilih untuk kegiatan 17 Agustus ini. Agit juga memberitahu kalau aku terpilih bersama dia dan juga Hanis. Aku mempersiapkan apa saja yang akan aku bawa selama tiga hari di Ciherang nanti.

Setelah menyepakati dimana aku dan kawan-kawan dari KFP untuk bertemu, akhirnya aku memilih untuk bertemu di pintu tol Balaraja Barat. Dengan pedenya aku menghampir mobil Elf berwarna putih, padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dengan mereka. Aku langsung masuk kedalam mobil, mengucap salam dan menanyakan dimana Agit? Dan suara laki-laki dari kursi belakang bilang kalau Agit tidak ikut karena sakit tifus. Memang beberapa lalu ia sempat bilang kalau kondisi badannya belum pulih. Aku sedikit kesal saat itu karena aku merasa di tipu olehnya agar aku hanya jalan sendiri. Tidak ada yang sama sekali aku kenal.  Sepatah dua patah terkadang aku ikut ngobrol dengan orang-orang yang ada di mobil tapi aku lebih banyak tidur dan diam selama perjalanan sampai ditempat yang di tuju.

Kami telah sampai di suatu Desa, dimana Desa itu sangat gelap dan hanya ada beberapa lampu yang menerangi beberapa rumah saja.  Kami langsung menghampiri rumah warga yang sudah di siapkan untuk kami beristirahat. Dirumah itu juga sudah di siapkan teh manis hangat dan beberapa gorengan untuk kami sarapan. Teman-teman baruku lebih memilih untuk melihat-lihat kondisi sekolah di sebelah selatan desa ini dan tidak jauh dari rumah yang kami singgahi. Tapi aku lebih memilih untuk tidur saja. Mataku sudah tidak kuat menahan kantuk dan untung saja, ada Rani yang juga lebih memilih tidur. (relawan macam apa aku ini)

 Setelah beristirahat dan memejamkan mata sebentar, kami kembali menuju suatu tempat yang akan menjadi tempat singgah kami untuk tiga hari dua malam ini. dengan menggunakan mobil Elf dan mobil APV kami menyusuri jalanan yang jaraknya antara ± 5km dan harus melewati perkebunan sawit dengan jalan yang rusak dan membutuhkan waktu selama  ± 1,5jam. Menurut cerita dari guru relawan SGI, mba Ulfa namanya jalanan ini kalau hujan akan tergenangi air, bahkan kalau sudah sampai puncaknya, bukan air lagi yang menggenangi jalan ini, melainkan lumpur. Memang di desa ini sangat sulit sekali dengan air karena resapan air yang begitu kuat dari si pohon sawit ini. menurut Mba Erna, salah satu relawan yang ikut juga bahwa pohon sawit adalah pohon yang menyerap air lebih banyak. Tanahnya pun kalau sudah di cabut tidak bisa lagi dipakai untuk tanaman lainnya. Harus menunggu beberapa tahun supaya bisa di pakai lagi. Memang sih memiliki perkebunan sawit ini hasilnya sangat menguntungkan tapi perkebunan sawit ini juga merugikan banyak orang contohnya saja desa Ciherang ini. mungkin hampir 200 hektare desa ini hampir tidak ada air. hanya beberapa rumah saja yang tersedia air, dan itupun hanya mereka yang memiliki uang lebih.

Setelah sampai rumah kepala sekolah SD MI Ciherang, kami langsung beristirahat sebentar. Dirumah kepala sekolah juga kami disediakan minuman dingin dan beberapa makanan. Rumah kepala sekolah ini menurutku sudah agak mendingan dibanding dengan rumah yang tadi. Dirumah kepala sekolah terdapat tiga kamar, dua di depan dan satunya lagi di belakang dekat dapur. Kalian jangan membayangkan kalau rumah kepala sekolah ini besar, jauh dari ekspektasi yang kalian bayangkan. Beratapkan genteng yang lumayan untuk melindungi penghuninya dari hujan dan badai dan juga di lapisi dengan bilik bambu agar terlihat sejuk.  Dapurnya sangat luas dan ehmm. .. kamar mandinya hanya tertutup setengah badan. Jadi kalau mau mandi harus menutupnya lagi sebagian agar tidak kelihatan hehe.

Setelah selesai membersihkan badan, kami langsung di giring ke aula. Waktu itu aku hanya mengenal beberapa relawan saja, seperti Mba Erna, Mba Fido, Teh Jani, Mas Faruq, Mas Angger (ketua KFP), Mba Eni dan juga Rani. Diruangan itu kami membicarakan tentang proker yang akan di jalankan untuk enam bulan kedepan. Aku tampak kaget dan sedikit kesal dengan Agit yang tidak memberitahuku tentang hal ini. ia hanya bilang aku hanya menjadi relawan saja (titik). Tapi yasudah, sudah terlanjur basah dan di awali dengan pemilihan ketua dan mas Faruq yang menjadi ketua terpilih, lalu membicarakan tentang program kerja yang akan dijalankan selama enam bulan mendatang.  

Setelah selesai membicarakan tentang proker tadi, kami beristirahat dan menikmati suasana di Desa Ciherang ini. desa ini masih kelihatan lugu dari campur tangan orang-orang yang menganggap dirinya pintar dan bisa membodohi orang-orang lugu di desa, padahal sebenarnya orang seperti itulah yang sebenarnya bodoh dari pemikiran. Desa ini tidak ramai dan sangat menenangkan, dan desa ini pula harga sembako tidak semahal di kota.

Aku kira, rapat tadi siang sudahlah berakhir. Ternyata masih ada episode kedua untuk membicarakan tentang persiapan lomba adik-adik esok hari. Membicarakan siapa yang akan jadi panitianya, siapa yang akan menjadi moderator dan siapa pula yang akan menjadi supporter (loh gak ada yah hheheu). Ada untungnya juga aku mengikuti acara seperti ini. ternyata orang-orang yang ikut dalam kegiatan ini adalah orang hebat. Ada bu Fadlun blogger aktif, ada Rani yang juga sama seperti bu Fadlun, ada Mas Angger founder KFP, ada Mba Erna guru biologi yang inovatif,ada mba Ghina,  ada mba Fido seorang planner, ada mba Dila dan teh Jani yang turut serta membantu Dompet Duaffa, mba Eni yang juga pernah menjadi guru di Indonesia Mengajar, dan ada mas Faruq ketua KFP yang aku tidak bisa sebutkan satu-persatu prestasinya. Yang aku tau beliau adalah lulusan UNPAD haha.

Setelah mempersiapkan  hadiah dan juga bingkisan yang sudah kami bungkus. Kami langsung beristirahat untuk mempersiapkan tenaga besok pagi.

Minggu,16 Agustus 2015

Pukul 08 aku dan kawan-kawan sudah sampai di lokasi SD MI Ciherang. Terlihat banyak anak-anak sekolah yang sedang bermain dan menunggu kami untuk memulai perlombaan. Saat aku mulai masuk ke lingkungan sekolah, anak-anak yang sedang bermainpun seketika menghampiriku dan langsung meraih tanganku untuk memberikan salam. Aku di kerubuti mereka, satu-persatu mereka mengantri untuk bersalaman. Aku merasa aku tampak seperti seorang guru yang baru saja pulang ke kampung halaman.  Mereka tampak riang dan bahagia melihat kami datang. Dan ada salah satu anak murid yang mengikutiku, entah kenapa rasanya ia akrab sekali denganku.  

Saat aku mulai memasuki lingkungan sekolah yang hhwwwaaaaaww membuat aku ingin menangis, membuat rasanya aku adalah manusia yang kurang bersyukur ketika sekolah dulu. Kalian tahu seberapa ambruknya sekolah SD MI Ciherang??? Sangat memprihatinkan.

Atap-atapnya yang sudah bolong, temboknya tampak rapuh dan ditambal dengan bilik bambu yang... menurutku juga sudah tidak layak pakai, lantainya tanah dan sungguh membuat hati meronta.  Tapi aku kagum dan salut dengan anak-anak yang bersekolah disini. Mereka bisa dengan ikhlasnya belajar dalam kondisi sekolah mereka yang seperti ini.







Setelah kami siap mempersiapkan perlombaan. Satu-persatu para murid pun mendaftar di bantu dengan Pak Sapto, Mba Ulfa dan Pak Hery guru relawan dari Sekolah Guru Indonesia. Mereka masih tampak muda, aku sangat kagum dengan mereka. Di usia mereka yang masih muda, mereka sangat peduli dengan Pendidikan di Indonesia. Mereka rela meninggalkan rumah demi untuk mengajar anak-anak di sekolah terpencil ini, membagi ilmu mereka dengan ikhlas tanpa meminta imbalan.

Anak-anak yang mengikuti perlombaan ini tampak riang dan bahagia. Mereka tertawa lepas tanpa memikirkan sekolah mereka yang memprihatinkan. Mereka menikmati setiap detik, menit, dan sampai lupa kalau tubuh-tubuh mungil mereka terbakar oleh teriknya matahari. Mereka asyik berlomba makan kerupuk yang mereka kunyah dengan menggunakan tali yang digantung, lomba balap karung, lomba memasukkan paku dalam botol dan lomba kelereng yang di taruh di sendok. Mereka tampak bahagia. Sangat bahagia...









 Senin ,17 Agustus 2015

Hari itu, dimana kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk upacara Sang Saka dan juga sudah menyiapkan seragam yang akan kami kenakan ketika upacara bendera. Sayangnya, Rencana Tuhan berkehendak lain. Aku terserang alergi yang sangat unik. ‘alergi semut’!!! ya!! Aku alergi semut setelah aku menumpang mandi di salah satu rumah warga. Tubuhku semuanya bentol, dan hampir tak sadarkan diri karena alergi semut yang sangat kuat. Seketika tubuhku menjadi dingin. Dan aku langsung di bawa lari ke Rumah sakit terdekat oleh Mas Angger, Teh Jani dan Pak neming.  Sampai aku memuntahkan apa yang ada di dalam isi perutku. Sedih rasanya aku tidak bisa mengikuti upacara bendera bersama anak-anak yang bersemangat menyorakkan kemerdekaan.

Dan aku berterima kasih kepada teman-teman yang sudah membantuku pada waktu itu.

Dan juga aku berterima kasih kepada Agita yang menjebakku masuk kedalam ruang lingkup orang-orang hebat ini. kegiatan ini sangat bermanfaat untuk orang-orang yang harus banyak bersyukur. 




"berbahagialah orang-orang yang hidupnya selalu menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain, berbahagialah orang-orang yang hidupnya dengan mudah membantu orang lain, sebab mereka adalah orang-orang yang benar-benar Bahagia"


 oh iya, SD MI Ciherang sekarang sudah di renovasi. sudah bagus dan nyaman untuk belajar adik-adik kita disana. semoga semangat belajar mereka selalu hadir menemani mereka belajar dan apa yang mereka cita-citakan tercapai :)


Jumat, 20 Mei 2016

Arti Turun Tangan #aksituruntangan




Turun Tangan menurut saya adalah sikap yang harus diambil seseorang demi suatu urusan yang harus di selesaikan, dimana suatu urusan tersebut melibatkan orang banyak terlebih dalam hal ini adalah masalah sosial.

Turun tangan bagi saya juga berarti menyelami issue sosial itu seperti apa dan bagaimana. Sehingga dengan begitu saya dapat menyumbangkan pendapat bagaimana caranya menyelesaikan masalah tersebut. ketika ikut turun tangan saya merasa memiliki tujuan yang sama dengan orang-orang yang juga ikut turun tangan dengan masalah-masalah sosial yang ada. Bagaimana goalnya dan mengetahui seluk beluk dari suatu kegiatan tersebut baik kekurangan ataupun kelebihan agar suatu kegiatan berjalan dengan lancar tanpa hambatan.

Turun tangan juga berarti merasakan secara langsung, menebak dan memecahkan teka-teka dari berbagai problematika yang ada. Ikut andil dan menjadi bagian dimana kita ikut merasakan dampak dari suatu ketidak adilan dan berusaha untuk ikut dalam meluruskan permasalahan.
turun tangan juga berarti ikhlas. Ikhlas meluangkan waktu dan pikiran, ikhlas dalam mecurahkan separuh tenaga, ikhlas dalam materi yang akan kita berikan kepada orang yang akan kita bantu, dan ikhlas memberikan senyuman. Sebab mengikhlaskan sesuatu tanpa senyuman sangatlah tidak membahagiakan. Dengan senyuman, kita merelakan sedikit kebahagiaan yang kita dapatkan untuk orang yang berada disekitar kita. Dan arti turun tangan menurut saya adalah berbagi. Berbagi kebahagiaan, berbagi untuk mencurahkan pikiran, berbagi kasih sayang, berbagi cinta, berbagi cerita, dan juga berbagi kebaikan sebab kebaikan adalah pertanda hati yang penuh cinta. Turun tangan menurut saya juga memberikan kesempatan diri sendiri agar hidup lebih berarti untuk orang lain termasuk kepada negara sendiri dan hidup akan selalu penuh makna jika hati kita selalu memberi.

Dan inilah saatnya  saya ikut turun tangan. Saya tidak ingin menjadi orang yang apatis ataupun hanya mengikuti arus. Saya adalah generasi  yang akan menjadi tombak dan masa depan negara. Sebab, mencintai negara sendiri sama saja mencintai diri sendiri. Sebab dengan turun tangan adalah salah satu cara saya ikut berkontribusi dan membantu dalam proses kemajuan negara sendiri walaupun nantinya saya akan dilupakan. Seperti buku yang pernah saya baca “Catatan Seorang Demonstran Soe Hok Gie” mengatakan, ‘biarlah kita dilupakan sebagaimana bunga dilupakan”

“Hidup adalah kesempatam untuk menyumbangkan cinta dengan cara kita sendiri” –bernie siegle,M.D-  dalam chicken soup fot the soul at work

Listianingrum yang biasa dipanggil Listy. Anak ketiga dari Ibu Bapak yang dilahiran dengan penuh keikhlasan dan pengorbanan yang tanggal kelahirannya beda satu hari dengan Soe Hok Gie. tanggal 18 Desember 1993 ketika dimana Indonesia sudah Merdeka.